Powered By Blogger

Rabu, 19 Juni 2013

Air Mata Itu....

Malam ini aku sakit Na,,, Badanku demam. Semalaman aku tidak bisa tidur. Padahal, kemarin sore aku sudah minum air kelapa muda. Menurut temanku, air kelapa muda sangat bagus untuk menurunkan panas. Tapi kali ini tampaknya kurang berhasil. Panas badanku makin tinggi. Ah,,, barangkali karena kurang istirahat ya Na,,, selepas tidur nanti, semoga saja akan segera pulih. Karena ini benar-benar tidak mengenakkan.

Selain panas, ada sesuatu yang juga sedikit mengganggu pikiranku saat ini Na,,, yaitu tentang tangismu yang tiba-tiba berderai semalam. Saat itu, kau memang meneleponku. Tapi tak sepatah katapun terucap selain isak dan tangis yang menyayatku. Ada apa sebenarnya Na,,,? Ada apa,,,?
Kau belum bercerita padaku,,, bahkan untuk berbicara sepotong kalimatpun, rasanya kau tak mampu. Kau hanya menangis,,, menangis dan terus menangis,,,

Beberapa kali aku sudah bertanya apa sebenarnya yang terjadi padamu Na,,, tapi yang kudapat hanya suara isak tangis. Aku merasakan sesak di dadamu Na,,, aku merasakan sakit dalam tangisanmu. Tapi aku tak tahu, sakit seperti apa yang menikammu. Maka,,, untuk beberapa saat lamanya aku hanya mampu terpekur, diam. Tak tahu harus bagaimana. Kubiarkan kau dengan tangisanmu Na,,, kubiarkan kau menuntaskannya, sebab aku yakin kau punya alasan kenapa harus menangis. Bagiku, jika dengan menangis akan membuatmu sedikit lebih tenang, menangislah…

Beberapa menit berlalu, tangisanmu tak jua mereda Na,,, bahkan semakin menjadi. Aku merasakan, ada semacam bongkahan beban berat yang mendera hatimu. Ini yang membuatku bingung lalu cemas. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mendengarkan tangisanmu itu. Menjelang duapuluh enam menit berlalu. Aku kembali mencoba bertanya padamu Na,,, apa sebenarnya yang terjadi. Lalu dalam isak, kau terbata berucap “Ma,,, aaff…”. Hanya itu. Ya,,, hanya itu dan tak ada kelanjutannya.

Aku semakin bingung dengan kata maaf yang terucap di sela isakmu Na,,, apakah “maaf” karena kau tak mampu menjelaskan tentang musabab tangismu. Atau “maaf” dengan arti kau hendak meminta maaf karena sebuah kesalahan yang tak sengaja kau lakukan padaku. Atau “maaf” karena membuatku bingung dengan isak tangismu. Atau apa,,,? Ah,,, lagi-lagi aku tak punya jawaban Na,,, dan aku semakin bingung.

Lalu,,, saat hendak kutanyakan lagi tentang maaf yang kau ucapkan itu. Mendadak teleponmu terputus Na. Secepatnya aku telepon balik ke nomermu. Tapi terlambat,,, nomermu sudah tidak aktif. Aku hanya mendapati suara perempuan dengan nada nyaris tanpa ekspresi berucap “telepon yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi” kemudian dengan ucapan berbahasa inggris yang aku yakin artinya tidak jauh beda dengan sebelumnya.

Kau sudah tidak bisa dihubungi lagi Na,,, ini yang semakin membuatku cemas dan tidak sedikitpun bisa tenang. Terus terang,,, semalaman aku memikirkanmu Na,,, sampai akhirnya adzan subuh menyadarkanku bahwa malam sebentar lagi akan berlalu. Tapi tidak sedikitpun bayangan dan tangismu bisa berlalu dari ingatanku. Malah semakin kuat tertanam.

Perlahan aku beranjak dari tempat tidur. Segera berwudhu dan menunaikan sholat subuh. Ada yang jatuh dari kedua mataku Na,,, hangat dan menggetarkan. Hangat itu mengalir saat aku tengadah dan memanjatkan doa pada Allah Sang Maha Segalanya. Aku mengadu padanya Na,,, tentang segala hal yang aku alami. Juga tentang kamu. Bahkan aku menyebut namamu pertama kali Na,,, aku meminta kebaikan dunia dan akherat untuk kamu dan keluarga. Tahukah kau Na,,, bahwa sangat banyak yang kupinta pada Allah. Salah satunya tentu saja aku meminta petunjuk agar aku bisa segera memahami tangismu semalam.

Lalu di hatiku, subuh yang cantik tadi bersepuh pilu Na,,, aku merasakan pilu itu deras mengalir dari hatimu. Dan anehnya, semua bermuara ke ceruk hatiku. Sembari berusaha mendamaikan rasa cemas ini, aku mencoba menunggu matahari terbit sambil senantiasa mengirup nafas dalam-dalam. Berharap resah ini pudar perlahan.

Salahkah jika aku mengabaikan tradisi, dan memilih lebih mempercayai Allah?

Smsmu selepas subuh itu menyentakku Na. Matahari seolah urung memudarkan resah. Dan aku kembali berkubang dengan rasa cemas. Kemudian dalam resah kubalas smsmu penuh keyakinan.

Kau tak salah apa-apa Na. Bahkan kau benar. Sangat benar! Allah yang menguasai segala hidup dan kehidupan ini! jangan sekali-kali meragukan Allah!

meski sedikit bingung, tapi aku berusaha meyakinkanmu Na,, karena memang hanya Allah saja yang patut kita yakini. bukan yang lain. aku mencoba mengira bahwa ini yang menjadi sebab tangisanmu semalam Na,,, tapi kenapa ada kata "maaf" yang kau ucapkan?


Khawatir sesuatu terjadi, kemudian aku mencoba menghubungimu. tapi lagi-lagi suara perempuan tanpa ekspresi itu yang menjawabnya “nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi”. Aku terdiam. Kembali lesap dalam praduga, apa sebenarnya yang terjadi padamu.

Sungguh,,, hari ini aku sakit Na,,, badanku panas. Demam ini kian memelukku. Manjadi rindu dan pilu. Tapi aku yakin, kau juga tengah merasakan sakit, meski mungkin sakit yang kau alami tak sama dengan sakit yang aku rasakan.
ini yang semakin membuatku gamang.
Jika saja aku bisa, ingin rasanya aku mengambil sakit itu dari hatimu Na,,, biarlah aku saja yang merasakannya. agar kau tak lagi menangis. agar kau bisa tersenyum dengan ceria.


Saat kau lebih tenang nanti,,, kumohon, sempatkanlah mengabariku ya Na,,, rasa cemas ini tak akan pernah reda sebelum aku bisa memastikan, bahwa kau baik-baik saja.

di sini,,, aku akan senantiasa mendoakanmu.

Tidak ada komentar: